Featured

Beauty

Kamis, 01 Desember 2016

Panwascam Meral Barat

Bagaimana Pandangan Mahasiswa Terhadap Liberalisasi Pengelolaan Ikan dan Kepelabuhan??

    Tidak ada komentar:


Visi Indonesia menjadi “Poros Maritim” merupakan fokus kebijakan dari Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo untuk lima tahun ini. “Kita telah lama memunggungi samudra, laut, selat, dan teluk. Maka, mulai hari ini, kita kembalikan kejayaan nenek moyang sebagai pelaut pemberani. Menghadapi badai dan gelombang di atas kapal bernama Republik Indonesia,” ujarnya dalam pidato kenegaraan pertamanya Senin, 20 Oktober 2014 di Gedung MPR/DPR.

Masuknya investasi Singapura di pelabuhan katanya telah sesuai dengan konsep tol laut untuk menekan ongkos logistik di Indonesia. Padahal, Kementerian Perhubungan justru memberi kesempatan swasta untuk menggarap pelabuhan di Indonesia terkait tol laut ini. Sebab, anggaran pembangunan atau pengelolaan pelabuhan sangat terbatas dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setiap tahunnya

Keinginan presiden Jokowi untuk mengembalikan kejayaan maritim Indonesia nampaknya bukan perkara mudah. Hal ini di nilai langkah untuk mewujudkan poros maritim mesti menghadapi sejumlah persoalan struktural. Di antaranya, kebijakan liberalisasi operator pelabuhan seperti yang dialami PT Pelindo II. PT Pelindo II saat ini dikelola bersama operator pelabuhan Hong Kong, Hutchison Ports Indonesia atau HPI. Saham terbesar dikuasai perusahaan Hong Kong itu sebesar 51 persen, sementara Pelindo II hanya 49 persen.

Ungkapan jangan pernah mimpi jika ingin menjadi poros maritim dunia mungkin patut di arahkan ke pemerintah Jokowi-Kalla saat ini. Kalau liberalisasi sektor pelabuhan dilakukan maka potensi itu tak akan beri manfaat bagi Indonesia dan lebih banyak bahayanya. Prinsip kemandirian harus jadi inisiatif, bukan mengobral sektor strategis kita pada bangsa lain.

Lalu diliberalisasinya sektor perikanan dari hulu ke hilir juga merugikan nelayan tradisional dan negara. Menurut laporan FAO (2010), Indonesia ditempatkan sebagai negara produsen perikanan ketiga terbesar di dunia di bawah Tiongkok dengan nilai produksi 5,384 juta ton. Namun, nilai ini tidak berdampak banyak bagi para nelayan tradisional yang jumlahnya mencapai 2,75 juta jiwa (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2009). Lebih dari 95 persen adalah nelayan tradisional.

Dengan diliberalisasinya penanganan ikan nasional serta meminta bantuan negara asing terhadap pengelolaan pelabuhan, para pegiat nasionalis yang terutama kalangan mahasiswa yang peduli akan nasib bangsa Indonesia ke depan seakan ingin berteriak dengan sekeras-kerasnya. Kapan Indonesia bisa mandiri? Sebenarnya banyak professional Indonesia yang mampu mengelola pelabuhan, juga swasta nasional asalkan mereka diberi kesempatan.

Panwascam Meral Barat

About Panwascam Meral Barat

Author Description here.. Nulla sagittis convallis. Curabitur consequat. Quisque metus enim, venenatis fermentum, mollis in, porta et, nibh. Duis vulputate elit in elit. Mauris dictum libero id justo.

Subscribe to this Blog via Email :